MENJARAH HARTA LEWAT INTERNET
Belum lama ini, peristiwa menghebohkan menimpa situs Kepolisian Republik
Indonesia. Situs beralamat polri.go.id itu dibobol hacker. Dalam
aksinya, sang hacker memasukkan berbagai pesan. Kejadian ini sempat
membuat kepolisian kesulitan. Setelah menyelidiki lebih dalam, Polri
bisa mengungkap pelaku pembobol situs.
Situs lain milik pemerintah pun kerap diserang. Bahkan, sepanjang tahun ini situs-situs pemerintah tercatat dibobol jutaan kali.
Tak puas hanya membobol dan mengacak-acak situs internet, para hacker juga mengincar keuntungan lain dengan mengandalkan kepiawaiannya mengutak-atik sistem internet. Apakah itu? Jawabannya berburu fulus alias duit. Melakukan transaksi pembelian barang dengan cara yang canggih tapi tidak halal. Inilah yang disebut carding atau membeli barang secara online dengan cara ilegal.
Barang-barang yang dibeli secara online didapat tanpa sepeser uang pun alias gratis. Caranya dengan membobol dan menggunakan akun kartu kredit orang lain. Dalam beraksi, hacker tidak sendirian. Ada peran lain yang mengeksekusi transaksi yang disebut sebagai carder.
Kegiatan membobol akun kartu kredit nasabah biasanya dilakukan di warnet. Pilihan beraksi di warnet bukan tanpa alasan. Warnet menjadi pilihan karena relatif aman menjalankan kegiatan ilegal itu.
Kepada tim SIGI SCTV, seorang carder bersedia menunjukkan keahliannya memetik barang secara gratis di internet. Koneksi internet mulai dijalankan. Setelah itu, berburu barang-barang lewat toko-toko online yang bertebaran di dunia maya. Butuh konsentrasi ekstra mencari setiap kesempatan yang bisa diambil meraup barang secara gratis.
Barang yang dicari kebanyakan barang pesanan untuk dijual kembali ke pihak ketiga. Tapi, tak jarang para carder berinisiatif memilih barang yang sedang laku di pasaran dan dijual dengan harga miring. Toko-toko online dari luar negeri biasanya menjadi sasaran utama.
Yang menarik, barang apapun bisa dibeli. Tak peduli selangit harganya. Syaratnya, cukup mencari akun kartu kredit yang limitnya mencukupi untuk membayar harga barang tersebut. Data-data kartu kredit ini adalah hasil dari membobol data yang ada di situs jual beli online. Kartu kredit nasabah luar negeri jadi pilihan utama. Tapi, jangan gembira dulu. Bukan tak mungkin kartu kredit nasabah dalam negeri juga ikut dijarah. Barang yang akan dibeli sudah ditarget dan mendapat data kartu kredit. Langkah selanjutnya, mengirim surat elektronik atau email kepada si penjual. Semua data, seperti nama dan alamat dipalsukan untuk mengelabui serta menghilangkan jejak dari endusan aparat.
Data palsu terisi lengkap. Tinggal menunggu surat balasan dari sang penjual yang tentu tidak sadar barangnya telah dibeli secara ilegal. Jika sudah ada balasan artinya transaksi telah disepakati. Lalu bagaimana barang yang dibeli bisa sampai di tangan kalau alamat yang dikirim adalah alamat palsu? Disinilah letak kecanggihan para hacker serta carder. Mereka bekerja sama dengan tempat pengiriman barang. Cara lain agar barang yang dipesan bisa sampai di tangan, yaitu carder membuat KTP palsu. Carder biasanya memesan kartu identitas palsu melalui salah seorang kerabatnya. Hal ini dilakukannya tiap membeli barang. Prosesnya cukup cepat, setelah selesai memesan barang di warnet, KTP yang dipesan sudah bisa didapat. Rapi dalam beraksi jadi salah satu kunci operasi penjarahan ilegal via internet ini. Menyimpan barang hasil aksinya carder biasanya mempunyai gudang khusus. Carder yang tim SIGI temui menjadikan kos-kosannya sebagai gudang penyimpan barang hasil kejahatannya. Meski terkesan kumuh, barang-barang mahal seharga ratusan dolar Amerika Serikat diamankan disini. Sayangnya, saat tim SIGI datang tak banyak barang yang disimpan. Namun, ada pemesan barang atau broker yang akan mengambil barang pesanannya.
Sang broker pun datang. Tak berbasa-basi, broker digiring ke gudang untuk memeriksa barang pesanannya. Cara pembayaran juga tak lagi konvensional, biasanya melalui transfer antar rekening. Rangkaian aktivitas nekat para carder ini tak bisa lepas dari peran seorang hacker yang berjibaku mencuri data kartu kredit di dunia maya untuk memudahkan pembobolan serta penjarahan isi kartu kredit. Tentu tidak ada makan siang gratis dalam kerja sama ini. Dari barang yang dijual, sang hacker mendapat pembagian keuntungan dari para carder. Kejahatan carding atau kejahatan pembobolan kartu kredit bisa menimpa siapa saja. Asosiasi Kartu Kredit Indonesia punya tips menghindari carding, yaitu jaga baik-baik kartu kredit dan jangan sampai digunakan orang lain. Tips lainnya jangan memberikan informasi apapun mengenai data kartu kredit yang kita miliki, berbelanjalah di situs belanja yang mempunyai reputasi, lakukan transaksi di tempat yang aman, dan selalu cek tagihan bulanan.
Situs lain milik pemerintah pun kerap diserang. Bahkan, sepanjang tahun ini situs-situs pemerintah tercatat dibobol jutaan kali.
Tak puas hanya membobol dan mengacak-acak situs internet, para hacker juga mengincar keuntungan lain dengan mengandalkan kepiawaiannya mengutak-atik sistem internet. Apakah itu? Jawabannya berburu fulus alias duit. Melakukan transaksi pembelian barang dengan cara yang canggih tapi tidak halal. Inilah yang disebut carding atau membeli barang secara online dengan cara ilegal.
Barang-barang yang dibeli secara online didapat tanpa sepeser uang pun alias gratis. Caranya dengan membobol dan menggunakan akun kartu kredit orang lain. Dalam beraksi, hacker tidak sendirian. Ada peran lain yang mengeksekusi transaksi yang disebut sebagai carder.
Kegiatan membobol akun kartu kredit nasabah biasanya dilakukan di warnet. Pilihan beraksi di warnet bukan tanpa alasan. Warnet menjadi pilihan karena relatif aman menjalankan kegiatan ilegal itu.
Kepada tim SIGI SCTV, seorang carder bersedia menunjukkan keahliannya memetik barang secara gratis di internet. Koneksi internet mulai dijalankan. Setelah itu, berburu barang-barang lewat toko-toko online yang bertebaran di dunia maya. Butuh konsentrasi ekstra mencari setiap kesempatan yang bisa diambil meraup barang secara gratis.
Barang yang dicari kebanyakan barang pesanan untuk dijual kembali ke pihak ketiga. Tapi, tak jarang para carder berinisiatif memilih barang yang sedang laku di pasaran dan dijual dengan harga miring. Toko-toko online dari luar negeri biasanya menjadi sasaran utama.
Yang menarik, barang apapun bisa dibeli. Tak peduli selangit harganya. Syaratnya, cukup mencari akun kartu kredit yang limitnya mencukupi untuk membayar harga barang tersebut. Data-data kartu kredit ini adalah hasil dari membobol data yang ada di situs jual beli online. Kartu kredit nasabah luar negeri jadi pilihan utama. Tapi, jangan gembira dulu. Bukan tak mungkin kartu kredit nasabah dalam negeri juga ikut dijarah. Barang yang akan dibeli sudah ditarget dan mendapat data kartu kredit. Langkah selanjutnya, mengirim surat elektronik atau email kepada si penjual. Semua data, seperti nama dan alamat dipalsukan untuk mengelabui serta menghilangkan jejak dari endusan aparat.
Data palsu terisi lengkap. Tinggal menunggu surat balasan dari sang penjual yang tentu tidak sadar barangnya telah dibeli secara ilegal. Jika sudah ada balasan artinya transaksi telah disepakati. Lalu bagaimana barang yang dibeli bisa sampai di tangan kalau alamat yang dikirim adalah alamat palsu? Disinilah letak kecanggihan para hacker serta carder. Mereka bekerja sama dengan tempat pengiriman barang. Cara lain agar barang yang dipesan bisa sampai di tangan, yaitu carder membuat KTP palsu. Carder biasanya memesan kartu identitas palsu melalui salah seorang kerabatnya. Hal ini dilakukannya tiap membeli barang. Prosesnya cukup cepat, setelah selesai memesan barang di warnet, KTP yang dipesan sudah bisa didapat. Rapi dalam beraksi jadi salah satu kunci operasi penjarahan ilegal via internet ini. Menyimpan barang hasil aksinya carder biasanya mempunyai gudang khusus. Carder yang tim SIGI temui menjadikan kos-kosannya sebagai gudang penyimpan barang hasil kejahatannya. Meski terkesan kumuh, barang-barang mahal seharga ratusan dolar Amerika Serikat diamankan disini. Sayangnya, saat tim SIGI datang tak banyak barang yang disimpan. Namun, ada pemesan barang atau broker yang akan mengambil barang pesanannya.
Sang broker pun datang. Tak berbasa-basi, broker digiring ke gudang untuk memeriksa barang pesanannya. Cara pembayaran juga tak lagi konvensional, biasanya melalui transfer antar rekening. Rangkaian aktivitas nekat para carder ini tak bisa lepas dari peran seorang hacker yang berjibaku mencuri data kartu kredit di dunia maya untuk memudahkan pembobolan serta penjarahan isi kartu kredit. Tentu tidak ada makan siang gratis dalam kerja sama ini. Dari barang yang dijual, sang hacker mendapat pembagian keuntungan dari para carder. Kejahatan carding atau kejahatan pembobolan kartu kredit bisa menimpa siapa saja. Asosiasi Kartu Kredit Indonesia punya tips menghindari carding, yaitu jaga baik-baik kartu kredit dan jangan sampai digunakan orang lain. Tips lainnya jangan memberikan informasi apapun mengenai data kartu kredit yang kita miliki, berbelanjalah di situs belanja yang mempunyai reputasi, lakukan transaksi di tempat yang aman, dan selalu cek tagihan bulanan.
Pendapat saya dalam kasus ini adalah perkembangan internet yang pesat berdampak bagi kehidupan manusia.
Positif di satu sisi. Tergelincir sedikit, negatif yang didapat, seperti
dua sisi mata uang. Sebagai masyarakat yang berada di tengah-tengah pesatnya perkembangan dunia maya alangkah baiknya kita meningkatkan keamanan dalam bidang IT agar hal-hal seperti pembobolan ATM, kartu kredit dan kejahatan dunia maya lainnya dapat dicegah serta dapat terhindarkan.